Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

MANAJEMEN HINDU ( TUGAS NON AKADEMIS )

MANAJEMEN PURA MODEREN
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini tingkat perkembangan dan kemajuan tehnologi membawa perubahan sikap dan pola pikir umat dalam menyikapi berbagai aspek permasalahan kehidupan yang terjadi ditengah tengah masyarakat yang bergerak/dinamis . Perubahan yang berdampak langsung terhadap sikap dan mental tersebut juga terjadi pada tata cara umat Hindu dalam menanggapi informasi keumatan yang senantiasa berkembang dan berubah mengikuti aroma kehidupan berbangsa dan bernegara.
Derasnya informasi keagamaan Hindu menjadikan umat semakin dewasa sekaligus menjadi tantangan bagi pembangunan dan pengembangan ajaran agama, termasuk ajaran Hindu. Karena permasalahan tersebut menuntut upaya peningkatan sradha dan bhakti melalui pemahaman penghayatan dan pengamalan ajaran agama Hindu dalam kehidupan sehari hari secara utuh agar lebih mampu menghadapi berbagai dampak negative dari perubahan tersebut.
Maksud
Merespon dan menyikapi kehidupan yang berkembang sebagaimana yang terurai diatas maka tampaknya perlu ada upaya untuk merumuskan atau menentukan berbagai langkah yang dapat dijadikan acuan dalam rangka penggunaan penerapan manajemen modern dalam pengelolaan tempat ibadah/pura dari berbagai aspek kebutuhan hidup keumatan yang ada sehingga seluruh aspek kebutuhan tersebut tetap mengarah pada satu jalur yang di inginkan.
Ajakan untuk penerapan menejemen modern dalam pengelolaan tempat ibadah/ pura dimaksudkan agar dapat mencegah terjadinya pembiasan (deviasi) yang terlalu jauh dari prinsif yang diinginkan sebagai norma kewajaran untuk sebuah tempat ibadah, sepanjang hal tersebut tidak keluar dari esensi dasar yang harus dipegang. Karena ada fakta bahwa kondisi dan corak tempat ibadah yang ada juga sangat beragam.
Tujuan
Pura merupakan tempat yang disucikan umat Hindu dan sebagai media untuk memuja Hyang Widhi beserta manifestasinya. Untuk itu kesucian pura harus tetap terjaga tanpa mengurangi esensi utama dari sebuah tempat ibadah. Artinya dapat terpelihara ditengah tengah pengembangan sector lain untuk mengikuti perkembangan masyarakat dan makin bisa diperluas untuk kebutuhan masyarakat.
BAB II
KEBERADAAN TEMPAT IBADAH
Pengertian
Sebagaimana tempat tempat khusus lainnya, maka tempat ibadah (dikalangan masyarakat Hindu disebut dengan berbagai nama seperti; Pura, Sanggar pemujaan, kuil, mandir, Tongkonan, Balai Kaharingan, Candi, dsb) juga memiliki ciri khusus terkait dengan keberadaan serta fungsi dari tempat ibadah dimaksud.
Tempat ibadah pada kenyataannya adalah suatu tempat yang dipergunakan untuk menyelenggaraan kegiatan pemujaan dan kegiatan keagamaan lainnya. Umumnya tempat tersebut dipilih dengan cara tertentu baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
Pemilihan secara fisik misalnya menyangkut pemilihan tata letak, bau tanah tempat ibadah bersangkutan dengan norma tertentu sehingga tempat dimaksud dapat menunjang kegiatan persembahyangan.
Sedangkan penilaian non fisik menyangkut getaran atau vibrasi dari tempat yang dipilih, sebab semua itu akan sangat mempengaruhi kekhusukan umat dalam melaksanakan kegiatan keagamaan.
Tidak saja diadakan pemilihan terhadap tempat dimaksud, akan tetapi juga dipilih waktu yang baik dalam memulai pembangunan dan peresmian tempat ibadah dimaksud.
Pemilihan corak atau stayl dan ornament adalah mutlak digunakan untuk melengkapi bangunan dimaksud yang semua itu diarahkan agar mendukung tujuan dalam melaksanakan persembahyangan/pemujaan. Oleh karena itu perlakuan khusus tersebut diatas membawa banyak konsekwensi maka upaya sakralisasi diadakanhanya pada batas areal tertentu yang biasanya dibuatkan pembatas seperti tembok/sekat keliling yang memisahkan antara tempat ibadah dengan areal diluar tempat ibadah dimaksud.
Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kesucian tempat ibadah, sehingga ia memiliki ciri khusus dibandingkan dengan tempat – tempat lainnya. Jadi singkatnya seluruh tempat ibadah baik yang menyangkut tempat ibadah umum, maupun yang bersifat khusus (bagi kelompok masyarakat tertentu) aspek pemeliharaan kesucian hendaknya landasan/ dasar pertimbangan dari seluruh pengelolaan tempat ibadah.
Struktur Bangunan Pura
Secara umum struktur bagunan Pura menjadi tiga bagian yaitu; Jaba Pura (halaman luar) Jaba Tengah (halaman tengah), Jeroan (halaman dalam). Pembagian pura menjadi tiga bagian merupakan konsep makrokosmos (Bhuana Agung) dengan lambang Tri Loka yaitu : Bhur Loka (bumi), Bhuah Loka ( langit) dan Swah Loka (sorga) pura dikelilingi oleh tembok (penyengker) sebagai batasan halaman yang disakralkan atau disucikan dan pada bagian sudut disebut Paduraksa.
BAB III
STRATEGI PENGELOLAAN TEMPAT IBADAH
Organisasi Pengelola Tempat Ibadah
Tempat ibadah adalah merupakan tempat yang disucikan yang dipergunakan untuk memuja Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasinya. Untuk itu harus dijaga, dirawat dan mengamankan dengan tata kelola yang disesuaikan dengan tempat yang melingkunginya.
Dan sebagai realisasi, serta aplikasi dalam menjalankan nilai nilai ajaran agama Hindu, maka umat Hindu senantiasa melaksanakan rangkaian acara keagamaan ditempat- tempat suci/rumah ibadah.
Sebagai bentuk dan tanggung jawab dalam pengelolaan tempat ibadah maka perlu diatur system pengelolaan organisasinya, disamping memang tempat ibadah bukan milik perorangan, namun dengan tata kelola yang baik tempat ibadah kedepannya akan melahirkan keamanan dan kenyamanan umat dalam menjalankan aktivitas spitual dan social keagaman dimasa yang akan datang. Maka atas dasar pertimbangan tersebut, maka organisasi inilah yang bertanggungjawab memelihara, mengembangkan dan mengatur, bekerja sama dengan pihak pihak lain, guna menjadi suatu tujuan yang sudah ditentukan.
Dalam pembinaan dan pengelolaannya diperlukan system pengelolaan sbb :
Struktur bagan organisasi pengelolaan tempat ibadah; disusun berdasarkan atas kepentingan dan kebutuhan dari sebuah tempat ibadah. Diperlukan analisa dan pemahaman yang seksama. Mau dibawa kemana organisasi yang sudah terbentuk ini. Menyusun sebuah struktur organisasi hindari seperti diibaratkan menendang kucing, kucing ditendang tidak tahu, kemana dia akan pergi, apa kekiri, kekanan atau malah sebaliknya ia mati. Menyusun sebuah struktur harus seperti menendang bola; jelas kemana tujuannya akan diarahkan.
Pembagian tugas yang jelas pengurus tempat ibadah; harus ada kejelasan dan keseimbangan dalam pembagian tugas, disesuaikan dengan tanggung jawab dari jabatan.
Kelengkapan Organisasi Pengelolaan tempat Ibadah; semua produk produk yang dikeluarkan/ yang dimiliki harus tercatat dan dijelaskan secara terbuka tujuan dan pemanfaatannya.
Kelompok pengurus tempat ibadah; Pengelompokan ini penting, mengingat dalam suatu wilayah bisa terjadi ada lebih dari satu pura. Hal ini menjadi tugas Badan Pengelola Pura untuk mensosialisasikan produk yang dikeluarkan. Sehingga kedepannya ada pemerataan antara pura/ tempat ibadah yang satu dengan yang lainnya dalam pemberdayaan.
Beranjak dari empat hal tersebut, maka pengelolaan tempat ibadah akan dapat diberdayakan dan difungsikan sesuai dengan wewenang dan tugas yang dikembangkan berdasarkan aturan yang telah dibuat.
Pengadministrasian
Pengadministrasian tempat ibadah adalah merupakan kegiatan atau usaha untuk membantu, melayani, mengarahkan atau mengatur semua kegiatan didalam mencapai tujuan.
Bertitik tolak dari konsep tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan – kegiatan yang terdapat dalam administrasi pengelolaan tempat ibadah adalah merupakan kegiatan yang bersifat umum yang dilakukan oleh semua lembaga, yang pada dasarnya dilakukan dalam penertiban dan pertanggungjawaban setiap perencanaan yang dilakukan oleh setiap organisasi.
Adapun pengadministrasian yang perlu dilakukan adalah, antara lain;
Proses surat menyurat dalam hubungannya dengan kegiatan kegiatan keagamaan baik dalam kegiatan upacara, pembinaan dan kegiatan antar lembaga keagamaan.
Pengadministrasian mengenai asset asset tempat ibadah dan sumber – sumber dana yang dikelola oleh otoritas tempat ibadah.
Pengadministrasian keuangan tempat ibadah;
Pengadministrasian bidang bidang.
Pada sebagaian besar masyarakat, pengadministrasian cendrung kadang diabaikan. Kelemahan ini harus diatasi sehingga pengurus/ pengelola tempat ibadah terus menyadari bahwa tugas yang di embannya sebagai amanah dan kewajiban dan pengabdian yang harus dupertanggungjawab kan tidak saja kepada manusianya namun juga yang lebih penting pertanggung jawaban kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.


BAB IV
TEMPAT IBADAH SEBAGAI WADAH PEMBERDAYAAN KEUMATAN.
Kesemarakan umat menunaikan berbagai ritual keagamaan di tempat ibadah /pura akhir – akhir ini salah satu bentuk kedewasaan mulai tumbuh tentu ini menunjukkan perkembangan yang mengembirakan. Hal tersebut dapat dijadikan ukuran bahwa telah ada peningkatan kesadaran beragama oleh segenap umat Hindu. Namun peningkatan kesadaran tersebut belum seirama dengan dengan peningkatan penghayatan dan pengamalan pesan moral serta etika agama sehingga masih banyak dijumpai perilaku umat beragama yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan nilai moral dan etika agama.
Oleh sebab itu kesenjangan yang ada tersebut menjadi tantangan bagi kita semua terutama pemuka agama Hindu di Indonesia untuk turut serta berperan serta memberikan pencerahan guna meningkat kwalitas sradha dan bhakti umat Hindu Indonesia.
Tingkat kesemarakan umat dalam melaksanakan ritual keagamaan, menjadikan pura sebagai tempat yang setrategis untuk perkembangan berbagai aspek kehidupan umat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai tempat atau wadah kedepannya pura diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah atau identitas umat serta simbul visual belaka namun juga harus memiliki fungsi strategis sebagai suatu institusi public yang terukur.
Untuk itu tuntutan adanya management modern akan menjadikan pura sebagai institusi formal yang harus dikelola secara professional. Artinya manajemen pura harus diarahkan menuju penterapan prinsif – prinsif manajemen modern yang meliputi; Pertama adanya kesatuan perintah, kedua, pelimpahan wewenang yang jelas ,ketiga, rentang kendali yang tuntas dan keempat pembagian kerja yang khas adalah empat prinsif dasar dalam berorganisasi.
Apabila keempatnya tersebut dapat diterapkan dengan baik dan benar maka efektifitas organisasi pura dan efisiensi manajemen pura akan dapat dicapai. Hasil akhir yang diharapkan dari semua proses itu adalah terwujudnya manajemen pura yang professional yang ditandai dengan kesemarakan umat hadir kepura sebagai dampak dari partisifasi aktif umat dalam mengembangkan pura dan meningkatkan aksifitas sosio religius umat Hindu didalam maupun diluar Pura terutamanya dibidang penggalangan danapunia umat demi terwujudnya kemandirian pengelolaan dan penataan pura.
Berdasarkan pengalaman dalam waktu terdahulu ternyata pemikiran pengelolaan tempat ibadah/ pura cendrung sudah ada walaupun masih dalam kwalitas yang sederhana dan sangat tertutup serta terbatas. Misalnya sudah ada perencanaan untuk menanggulangi kebutuhan kebutuhan yang harus dikeluarkan untuk kepentingan pura, seperti rehab, biaya petugas kebersihan pura, penanganan upacara rutin enam bulanan/tahunan ditangani dengan mengupayakan asset pura seperti pelaba pura. Hanya saja kepentingan belum begitu beragam sebagaimana tuntutan kebutuhan masa sekarang.
Lalu timbul pertanyaan; apakah kedepannya kita harus terus bergulat untuk urusan ritual belaka? Padahal masih banyak yang harus diselesaikan seperti keterbelakangan pendidikan umat, lemahnya pemberdayaan ekonomi umat kshsusnya umat Hindu di luar Bali, dsb.
Era keterbukaan saat ini menuntut manajemen/ pengelolaan pura sudah tidak tepat dilakukan dengan cara tertutup, terbatas, ekslusif, statis serta kurang tanggap terhadap perkembangan jaman. Perlu dikaji ulang sikap mempertahankan status quo tersebut akibat dari pengkristalan sifat konservatisme berpikir dan ketakutan akan panetrasi negative tehnologi pada fundamentalisme agama, disamping adanya ketakutan yang tidak wajar untuk merubah sesuatu yang selama ini dianggap baik! Pola pola pengelolaan yang bersifat kurang memperhatikan situasi bahwa umat semakin dinamis tetapi pengurus pura semakin statis harus diluruskan.
Karena pura tetap akan eksis dan berkembang jika fungsi fungsi pura dibangun atas dasar kebersamaan dengan mengedepankan peran tritorial yaitu tumbuhnya rasa saling memiliki pura secara spasial dalam sekala radius tertentu disuatu wilayah, dan yang kedua Pura dibangun atas dasar kebersamaan solidaritas umat; yaitu sarana saling mengenal agar tumbuh saling memahami antar sesame umat. Jadi ada peran fungsional sebagai alasan mengapa pura perlu dibangun.
Pura dalam konteks territorial dan fungsional Pura menjadi simbul pemersatu umat sekaligus center spiritual dan alat untuk menjaga/ menggali budaya, mengembangkan pendidikan serta pemberdayaan perekonomian umat, sehingga dengan demikian pengelolaan pura yang professional dengan sepirit ke Hinduan tidak harus meninggalkan sifat kolektifitas. Kemitraan dengan umat harus dibangun baik remajanya, kaum wanitanya ataupun sesepuh umat yang ada.






BAB V
PENUTUP
Dalam realitas hidup sebagai manusia, khususnya bagi umat Hindu bahwa pengembangan dan kreatifitas akan selalu mewarnai dalam aktifitas hidup. Tanpa pengembangan kreatifitas akan menjadi kaku, karena hidup penuh dengan kreativitas.
Demikian pula umat Hindu terutama bagi umat Hindu yang menjalankan bhakti marga tentu membutuhkan wujud, ruang, tempat dan simbul simbul sebagai cinta kasihnya pada Tuhan. Oleh karena itu umat Hindu membutuhkan tempat ibadah, tempat ibadah sebagai tempat mendekatkan diri dengan sang Pencipta akan selalu dikembangkan sesuai dengan situasi yang melingkungi dimana tempat ibadah itu berada.
Dalam konteks bhakti kepada Tuhan, maka pengembangan fungsi tempat ibadah menjadi mungkin sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan peradaban. Jadi dalam pengembangan fungsi tempat ibadah tidak ada aturan yang kaku, tetapi dimungkinkan untuk mengadakan pengembangan sepanjang dharma dan hakti’ menjadi acuan dari pengembangan tersebut.

( NI MADE DESTHIARINI, 2EA11, 11209835 )

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

RANGKUMAN BAB 5-8

BAB 5 SISA HASIL USAHA

1. Pengertian SHU
         
          ►Menurut pasal 45 ayat (1) UU No. 25/1992, adalah sebagai berikut :
Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

►SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.

►Penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya ditetapkan oleh Rapat Anggota sesuai dengan AD/ART Koperasi.

►Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi.

2. Informasi Dasar

►Beberapa informasi dasar dalam penghitungan SHU anggota diketahui sebagai berikut:
1.      SHU Total Koperasi pada satu tahun buku
2.     Bagian (persentase) SHU anggota
3.     Total simpanan seluruh anggota
4.     Total seluruh transaksi usaha (volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
5.     Jumlah simpanan per anggota
6.     Omzet atau volume usaha per anggota
7.     Bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
8.     Bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota




3.Rumus Pembagian SHU
         
►Menurut UU No. 25/1992 pasal 5 ayat 1 mengatakan bahwa “Pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.

►Di dalam AD/ART koperasi telah ditentukan pembagian SHU sebagai berikut: Cadangan koperasi 40%, jasa anggota 40%, dana pengurus 5%, dana karyawan 5%, dana pendidikan 5%, dana sosial 5%, dana pembangunan lingkungan 5%.

4. Prinsip prinsip pembagian SHU koperasi

1.     SHU anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
2.     SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota.
3.     Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan.
4.     SHU anggota dibayar secara tunai.


BAB 6 POLA MANAJEMEN KOPERASI

1.     Pengertian Manajemen & Perangkat Organisasi
►Pengertian manajemen & perangkat organisasi menurut Paul Hubert Casselman adalah : koperasi harus bekerja menurut prinsip prinsip ekonomi dengan melandaskan pada azas azas koperasi yang mengandung unsur unsur didalamnya.
►Unsur sosial yang terkandung lebih menekankan pada hubungan antar anggota , hubungan anggota dengan pengurus , cara pembagian SHU , dan sebagainya seperti berikut :
-         kesamaan derajat yang diwujudkan dalam “one man one     vote”, dan voting by proxy”.
-         Kesukarelaan dalam keanggotaan
-         Menolong diri sendiri
-         Persaudaraan / kekeluargaan
►Demokrasi yang terlihat dalam cara pengelolaan dan pengawasan anggota.
►Definisi manajemen menurut Stoner : suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
►Menurut Prof.Ewell Paul Roy , Phd mengatakan bahwa manajemen koperasi melibatkan 4 unsur yaitu :
          -anggota
          -pengurus
          -manajer
          -karyawan
          ►Menurut UU NO. 25 tahun 1992 yang termasuk perangkat   organisasi koperasi adalah :
-         rapat anggota
-         pengurus
-         pengawas

2.     Rapat Anggota
►setiap anggota koperasi mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Seorang anggota berhak menghadiri rapat dan mengeluarkan pendapat dalam rapat anggota. Anggota juga harus ikud serta melakukan pengawasan atas jalannya organisasi dan usaha koperasi.
►anggota secara keseluruhan menjalankan manajemen dalam suatu rapat anggota menetepkan :
-         anggaran dasar
-         kebijaksanaan umum serta pelaksanaan keputusan koperasi
-         pemilihan/pengangkatan/pemberhentian pengurus dan pengawas
-         rencana kerja, pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya
-         pembagian SHU
-         peleburan , penggabungan, pembubaran SHU
-        
3.     Pengurus Koperasi
►menurut Leon Garayon dan Paul Mohn, fungsi pengurus adalah :
-         pusat pengambil keputusan tertinggi
-         pemberi nasihat
-         pengawas
-         symbol

     4. Pengawas
          ►melakukan pemeriksaan terhadap tata kehidupan koperasi termasuk organisasi, usaha usaha dan pelaksanaan kebijaksanaan pengurus serta membuat laporan tertulis tentang pemeriksaan.

5.     Manajer
►peranan manajer adalah membuat rencana kedepan sesuai dengan ruang lingkup dan wewenangnya.

6.     Pendekatan Sistem pada Koperasi
►menurut Draheim koperasi mempunyai sifat ganda, yaitu :
-         Organisasi dari orang orang dengan unsur eksternal ekonomi dan sifat sifat sosial.
-         Perusahaan yang harus dikelola sebagai layaknya perusahaan biasa dalam ekonomi pasar.


       BAB 7 JENIS dan BENTUK KOPERASI

1.     Jenis Koperasi menurut PP 60/1959 terdiri dari :
-         koperasi desa
-         koperasi pertanian
-         koperasi peternakan
-         koperasi perikanan
-         koperasi kerajina/industri
-         koperasi simpan pinjam
-         koperasi konsumsi
2.     Jenis koperasi menurut teori klasik terdiri dari :
-         koperasi pemakaian
-         koperasi penghasil
-         koperasi simpan pinjam
3.     Konsep Penggolongan Koperasi  ( UU No 12/67 pasal 17 )
-         Penjenisan koperasi didasarkan pada kebutuhan dari & untuk efisiensi suatu golongan dalam masyarakat yang homogen, karena kesamaan kepentingan ekonominya guna mencapai tujuan bersama anggotanya.
-         Untuk maksud efisiensi dan ketertiban, guna kepentingan dan perkembangan koperasi di Indonesia, di tiap daerah kerja hanya terdapat satu jenis koperasi yang sejenis.
4.     Bentuk koperasi menurut PP No. 60 tahun 1959, terdapat 4 bentuk koperasi, yaitu :
-         koperasi primer
-         koperasi pusat
-         koperasi gabungan
-         koperasi induk
dalam hal ini , bentuk koperasi masih dikaitkan dengan pembagian wilayah administrasi.


BAB 8 PERMODALAN KOPERASI

1.     Arti Modal Koperasi
Modal merupakan sejumlah dana yang akan digunakan untuk melaksanakan usaha usaha koperasi.
-         modal jangka panjang
-         modal jangka pendek
koperasi harus mempunyai rencana pembelanjaan yang konsisiten.

2.     Sumber sumber Modal Koperasi
-         sumber modal koperasi ( UU No. 12/1967 )
● simpanan pokok
● simpanan wajib
●simpanan sukarela
● modal sendiri
                -  sumber modal koperasi ( UU No. 25/1992 )
● modal sendiri : bersumber dari simpanan pokok anggota,   simpanan wajib, dana cadangan dan hibah.
● modal pinjaman : bersumber dari anggota koperasi lainnya,   bank atau lembaga keuangan lainnya.

3.     Distribusi cadangan koperasi
Cadangan menurut UU No. 25 / 1992 adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan SHU yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
Sesuai anggaran dasar yang merujuk pada UU No. 12 / 1967 menentukan bahwa 25% dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan untuk cadangan. Sedangkan SHU yang berasal bukan dari usaha anggota sebesar 60% disisihkan untuk cadangan.



4.     Manfaat distribusi cadangan
-         memenuhi kewajiban tertentu
-         meningkatkan jumlah operating capital koperasi
-         sebagai jaminan untuk kemungkinan kemungkinan rugi
-         perluasan usaha

(NI MADE DESTHIARINI, 2EA11 , 11209835 )

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PERANAN ORGANISASI KOPERASI KARYAWAN PT. ASTRA TERHADAP KESEJAHTERAAN ANGGOTA

PERANAN ORGANISASI KOPERASI KARYAWAN PT. ASTRA TERHADAP KESEJAHTERAAN ANGGOTA

Tentang  koperasi astra international
  • Didirikan pada tanggal 25 Juni 1990 di AETC, Jl. Gaya Motor I No. 10 Jakarta.
  • Disahkan dengan Akte Badan Hukum No. 8304 tanggal 14 Juli 1990.
  • Perubahan Anggaran Dasar Koperasi No. 32/PAD/KWK.9/VIII/99 tanggal 10 Agustus 1999.
  • Mendapat alokasi pembelian saham dari PT. Astra International sebanyak 1.000.000,- (satu juta) lembar saham.
  • Merupakan koperasi primer nasional dengan fungsi induk bagi koperasi unit dan cabang group Astra.
Visi
Menjadi institusi usaha yang terbaik dalam mendukung perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan Anggota
Misi
Mengembangkan usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan Anggota dan Karyawan, serta memberikan nilai tambah bagi perusahaan di lingkungan kelompok Astra, dengan berlandaskan azas QCD.

Keanggotaan
Prosedur Menjadi Anggota
  • Karyawan tetap Astra Group.
  • Mengisi form keanggotaan Koperasi Astra dengan benar dan lengkap
    Form Keanggotaan Koperasi Astra bisa didapat di:
    - Koperasi Unit/HRD perusahaan setempat
    - Download di www.koperasi-astra.com
  • Melampirkan copy KTP & ID Card
  • Disetujui oleh Pengurus Koperasi Unit & HRD
  • Membayar Simpanan Pokok sebesar Rp. 10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah)
    Simpanan Pokok dapat disetor langsung ke Koperasi Astra atau transfer melalui:
    - Bank Mandiri Cabang Gambir, Atas Nama Koperasi Astra International
      No. Rek: 119-009-400-4155
      atau
    - Bank Permata Cabang Hayam Wuruk, Atas Nama Koperasi Astra International
      No. Rek: 0.200.162.099
  • Seluruh dokumen persyaratan dan bukti transfer pembayaran dapat dikirim:
    - Langsung ke Koperasi Astra
    - Via Fax (021) 653-5022, Up. Bagian Keanggotaan Telp (021) 6583-2776 Ext. 105/148
    - Via Kopnit/HRD setempat, untuk kemudian diteruskan ke Bagian Keanggotaan Koperasi Astra
  • Koperasi Astra akan menerbitkan kartu Anggota dalam waktu 3 hari setelah aplikasi keanggotaan diterima lengkap
  • Kartu Anggota yang sudah jadi dikirim secara kolektif ke PIC HRD/Personalia perusahaan setempat

Hak & Kewajiban Anggota
  • Mendapatkan manfaat & pelayanan atas seluruh kegiatan Koperasi.
  • Mendapatkan Sisa Hasil Usaha.
  • Partisipasi aktif terhadap seluruh kegiatan dan program Koperasi.
  • Mentaati seluruh ketentuan dan peraturan yang berlaku di Koperasi.
Manfaat Menjadi Anggota
  • Berbagai Fasilitas Pinjaman
  • Beasiswa untuk Anak Anggota
  • Program Persiapan Pensiun untuk Anggota
  • Program Perumahan
  • Simpanan Berjangka
Peranan koperasi karyawan PT. Astra terhadap kesejahteraan anggoptanya adalah
Anggotanya tidak perlu repot untuk menyicil KPR rumah ke bank,   karena dialihkan ke koperasi karyawan astra. Yang secara otomatis cicilannya akan dipotong tiap bulan melalui pemotongan gaji karyawan.

(NI MADE DESTHIARINI, 2EA11, 11209835 )

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TUGAS NON AKADEMIS,ARTIKEL

KEMISKINAN,,,SALAH SIAPAKAH ????

Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan.
Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus
urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.
Kemiskinan, menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit.
Hingga kini, kemiskinan masih saja menjadi perbincangan hangat di telinga masyarakat Indonesia. Kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh bapak presiden kita beserta para menterinya. Tapi entah sampai kapan kemiskinan di Indonesia bisa teratasi dengan baik.
Banyak masyarakat bertanya tanya sebenarnya kemiskinan yang terjadi di Negara kita ini SALAH SIAPA?? Banyak pendapat yang menjawab pertanyaan tersebut, ada yang berpendapat kemiskinan di Indonesia adalah salah pemerintah, karena pemerintah kurang memperhatikan nasib rakyatnya. Selain itu juga banyak para wakil rakyat yang bekerja tidak sesuai dengan tanggung jawab yang dipercayakan masyarakat terhadapnya. Banyak wakil rakyat yang korupsi, makan uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi musuh utama dari bangsa ini adalah kemiskinan. Sebab, kemiskinan telah menjadi kata yang menghantui negara-negra berkembang. Khususnya Indonesia. Mengapa demikian? Jawabannya karena selama ini pemerintah [tampak limbo] belum memiliki strategi dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang jitu. Kebijakan pengentasan kemiskinan masih bersifat pro buget, belum pro poor. Sebab, dari setiap permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran, dan kekerasan selalu diterapkan pola kebijakan yang sifatnya struktural dan pendekatan ekonomi [makro] semata.
Semua dihitung berdasarkan angka-angka atau statistik. Padahal kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus dilihat dari segi non-ekonomis atau non-statistik. Misalnya, pemberdayaan masyarakat miskin yang sifatnya "buttom-up intervention" dengan padat karya atau dengan memberikan pelatihan kewirauasahaan untuk menumbuhkan sikap dan mental wirausaha [enterpreneur].
Karena itu situasi di Indonesia sekarang jelas menunjukkan ada banyak orang terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja. Namun, karena struktur lingkungan [tidak memiliki kesempatan yang sama] dan kebijakan pemerintah tidak memungkinkan mereka bisa naik kelas atau melakukan mobilitas sosial secara vertikal.

NI MADE DESTHIARINI,2EA11

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS